Pertemuan kita terakhir kalinya malam itu membuatku merasa bersalah. Bersalah telah membuatmu resah, menggoncangkan hati nurani kemanusiaanmu. Aku tahu dari raut mukamu yang seketika berubah ketika kedatanganku. Aku tahu dari sorot matamu yang memancarkan kebancian.
Namun kawan, itu hanya canda melalui pesan singkat yang masuk ke handphone kita masing-masing. Persis sama ketika kau meledekku karena tidak bekerja, tidak mau mencari penghidupan yang layak. Padahal aku telah terbebas dari penjara. Penjara yang telah mendidik kita bersama.
Aku juga membalasa ejekanmu kepadaku demikian, “buat apa kita dapat hidup senang kalau itu adalah hasil dari tangis dan keringat orang-orang kecil yang dulu di penjara sering kita elu-elukan akan kita bela nasibnya.” Dan kaupun membalas pesan pendek itu dengan sebuah pledoi, bahwa yang penting kamu bisa hidup sendiri, orang tuamu bisa lebih ringan karena tidak membiayai hidupmu lagi. Tidak seperti aku yang masih tergantung dengan orang tuaku.
Ah kau juga pasti tahu, bagaimana masyarakat kecil yang dulu sering kita obrolkan di penjara (kampus) untuk kita bela hak mereka yang ditindas oleh system. Sungguh aku juga tidak mau mengguruimu, itu ibarat menggarami laut. Kita dulu sama-sama belajar bersama, tentang buruh dan upahnya, tentang petani yang dililit oleh tengkulak.
Sungguh aku hanya bercanda, setelah lama tak pernah bertatap muka denganmu. Engkau terlihat berbeda setelah bekerja di lembaga leasing itu. Mungkin karena lingkungan. Ya aku sama sekali tidak menyalahkanmu. Hidup adalah pilihan, dan itulah pilihanmu.
Aku lampirkan juga beberapa bukti kalau Adira Finance mengecewakan
- Adira Finance Mengecewakan! [1]
- Adira Finance Mengecewakan! [2]
- Adira Finance Kembali Tunjukkan Arogansinya
0 komentar:
Posting Komentar